Dukun Laut Tempilang, Suara Laut dari Tempilang yang Luka  

oleh -58 Dilihat

Tempilang – Namanya Amang Keman, penjaga adat laut, atau dalam bahasa masyarakat Tempilang: dukun laut. Selama empat dekade, ia menjadi jembatan antara manusia dan alam, antara adat dan zaman, antara doa dan debur gelombang.

“Laut ini bukan cuma air, Nak. Ia punya jiwa. Kalau kita sakiti dia, ia juga bisa menangis,” ucapnya lirih, pandangannya jauh ke cakrawala yang kini dihiasi ponton-ponton tambang, Sabtu (25/10/2025)

Empat desa di pesisir barat Bangka yaitu Air Lintang, Sinar Surya, Benteng Kota, dan Tanjung Niur kini berada dalam bayang-bayang tambang timah. Menurut data Penababel.com (2025), luas IUP PT Timah di wilayah ini mencapai 5.383 hektare, menutupi hampir seluruh area tangkap nelayan tradisional.

Bagi Amang Keman, laut adalah ruang hidup yang memiliki batas tak kasat mata. Ia bukan hanya hamparan air, tetapi wilayah adat yang dijaga oleh keseimbangan moral dan spiritual.

“Wilayah laut itu ada batasnya, Nak. Laut juga punya garis tak terlihat yang dijaga oleh penghuni alamnya. Jangan semua dirusak,” katanya sambil menunjuk ke barat laut, tempat matahari tenggelam di antara ponton-ponton tambang.

Laporan WALHI Babel (2024) menguatkan ucapannya, aktivitas tambang laut mempercepat sedimentasi dan menghancurkan ekosistem dasar laut. Akibatnya, nelayan kehilangan zona tangkapan, sementara konflik sosial dengan penambang terus meningkat.

Dukun laut itu menunduk, memungut segenggam pasir yang lembab. Ia bercerita tentang kesalahan yang tampak kecil, tapi berakibat besar.

“Jangan melempar ayam hidup ke laut. Itu pantangan di adat Tempilang. Ayam itu darahnya untuk darat, bukan laut. Kalau adat dilanggar, laut bisa marah. Kadang bukan ombak yang menelan, tapi kutukan alam sendiri,” ucapnya pelan namun tajam.

Tradisi lama itu bukan sekadar mistik, ia adalah sistem moral ekologis. Setiap ritual mengajarkan manusia untuk tahu batas, tahu rasa, dan tahu hormat pada alam. Kini, ketika ritual tak lagi dijalankan, yang tersisa hanyalah amarah laut yang sunyi.

Abrasi kini menjadi ancaman nyata. Garis pantai Tempilang bergeser meter demi meter setiap tahun. Dalam laporan Trasberita.com (2024), disebutkan bahwa abrasi di wilayah pesisir Bangka Barat meningkat dalam lima tahun terakhir akibat hilangnya vegetasi bakau dan intensitas tambang laut.

“Harus ada reklamasi. Tanam bakau lagi. Jangan cuma gali, tapi tutup kembali luka alam itu. Supaya nanti anak cucu kita bisa cari lokan dan kepiting seperti dulu,” ujar Amang Keman.

Ia percaya, menanam mangrove bukan hanya tindakan ekologis, tapi juga bentuk doa yang tumbuh dalam diam, bakau memeluk tanah, menjaga pasir agar tak hanyut, menumbuhkan kembali kehidupan di akar-akar yang dulu terluka.

Kisah aneh kerap datang dari laut. Ada penambang yang mesinnya mendadak rusak, ada yang merasa diikuti bayangan besar di bawah ponton. Bagi Amang Keman, itu bukan kebetulan.

“Buaya bukan datang mau makan manusia. Dia kirim pesan. Alam ini sudah luka, dan manusia harus sembuh kan,” ujarnya serius.

Dalam kepercayaan masyarakat Tempilang, buaya adalah penjaga perbatasan dunia. Jika ia menampakkan diri di wilayah tambang, itu tanda bahwa keseimbangan sudah terganggu. Sebuah bentuk “teguran ekologis” yang disampaikan lewat makhluk purba penjaga rawa dan sungai.

Amang Keman tidak menolak tambang secara mutlak. Ia hanya ingin tambang dikelola dengan adat dan akal sehat.

“Kalau PT Timah mau kerja di laut, desa-desa pesisir harus ikut merasakan manfaatnya. Harus ada peningkatan ekonomi, tapi juga aman. Jangan sampai masyarakat ribut sama penambang. Jaga khamtibnas,” ujarnya.

Ia mengusulkan agar setiap aktivitas tambang di pesisir melibatkan masyarakat lokal secara adil, melakukan reklamasi pasca tambang, dan memastikan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) diarahkan untuk pemulihan lingkungan serta pemberdayaan nelayan.

Saran ini sejalan dengan pandangan ANTARA News (2025) yang mencatat bahwa warga Bangka Belitung kini lebih memilih menambang secara legal dan ramah lingkungan bersama PT Timah.

“Sebelum kerja datang ke dukun laut. Bicarakan adat, adab, dan etika penghuni laut. Jangan sampai ada pekerja jadi tumbal,” kata Amang Keman mengingatkan.

Ia bercerita tentang seorang pekerja tambang yang mesinnya rusak tanpa sebab, lalu datang kepadanya. Setelah dilakukan selamatan laut, mesin itu kembali normal. “Itu bukan mistik, Nak. Itu tanda bahwa kita harus minta izin pada yang lebih tua dari manusia pada alam itu sendiri.”

Ia juga menekankan pentingnya silaturahmi antara pekerja dan masyarakat, agar tambang tak sekadar menjadi lahan ekonomi, tetapi ruang kebersamaan dan saling hormat.

Amang Keman percaya, adat lama bukan beban masa lalu, tetapi cahaya penuntun masa depan.

“Kalau kita lupa adat, laut juga akan lupa siapa kita. Mari kita hidupkan lagi adat sungai, adat laut, supaya anak cucu tahu batas dan tahu hormat.”

Ia bermimpi suatu hari ritual Sedekah Laut kembali dilakukan, bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan upaya kolektif menyembuhkan luka alam.

Senja hampir padam di langit Tempilang. Amang Keman menatap laut dengan wajah pasrah namun tidak kalah.

“Laut ini ibu. Kalau kita jaga, dia beri rezeki. Kalau kita sakiti, dia beri peringatan. Sekarang tinggal pilih, Nak mau dengar ombak, atau dengar amarahnya.”

Angin laut berhembus lembut, membawa suara yang entah dari masa lalu atau masa depan. Mungkin itu suara laut yang sedang berdoa, agar manusia mau kembali mendengarkan.

 

Tentang Amang Keman

Nama lengkap: Keman bin Jali, lahir di Tempilang sekitar tahun 1952.

Peran: Dukun laut dan penjaga adat pesisir Bangka Barat.

Kiprah: 40 tahun menjadi penasehat spiritual bagi nelayan, pemimpin Sedekah Laut, dan kini menjadi suara moral dalam tata kelola tambang di perairan Tempilang.

 

Sumber Literatur dan Referensi Terbuka

1. Penababel.com (2025) – Jeritan Nelayan Tempilang dalam Cengkeraman IUP PT Timah

2. Trasberita.com (2024) – Abrasi Pesisir Tempilang Meningkat, Aktivitas Tambang Jadi Sorotan

3. ANTARA News (2025) – Warga Babel Memilih Menambang Legal dan Ramah Lingkungan

4. WALHI Babel (2024) – Laporan Tahunan: Tambang Laut dan Krisis Ekologi Pesisir Bangka Barat.

5. Wikipedia (2024) – Tin Mining in Indonesia

6. Wawancara Primer: Amang Keman, Dukun Laut Tempilang (Oktober 2025).

 

Karya Belfa Akhab, S.T

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.